Pengujian Kadar Tumor Necrosis Factor Alfa (TNF-α)
Percobaan William Coley pada 1891 menggunakan ekstrak supernatan dari campuran bakteri Streptococcus pyogenes dan Serratia marcescens yang dimatikan dengan metode pemanasan untuk mengobati tumor menjadi cikal bakal penemuan TNF-α. Lantas studi lanjutan pada 1975 menemukan zat mirip endotoksin dalam makrofag yang teraktivasi dengan aktivitas regresi tumor. Zat inilah yang kita kenal sekarang sebagai TNF-α.
Dalam kinerjanya menyokong imunitas tubuh, sel T helper tipe 1 (Th-1) mengaktifkan makrofag untuk membentuk sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, IL-1 dan IL-6 dan menginduksi mekanisme imun efektor sitotoksik dari makrofag. TNF-α sendiri memiliki sifat sebagai pirogen. Menurut Plebanski et al. (2002), peran ganda dari sitokin, terutama TNF-α, yaitu pada kadar yang tepat akan memberi perlindungan dan penyembuhan bagi fungsi fisiologis tubuh dari paparan patogen. Akan tetapi, kadar berlebihan yang mungkin merupakan tanggapan terhadap hiperparasitemia dan pertumbuhan patogen berlebihan akan menyebabkan kerusakan jaringan yang sangat berat dan fatal.
Riset yang dilakukan Irawati et al. (2015) pada probandus terinfeksi Plasmodium falciparum dengan metode ELISA membuktikan bahwa terjadi peningkatan TNF-α dalam serum darahnya. TNF-α berkorelasi positif terhadap kadar IL-10, tetapi menunjukkan korelasi negatif dengan kadar hemoglobin. Korelasi antara TNF-α dan IL-10 berkaitan dengan fungsi IL-10 sebagai down regulator pada makrofag /inhibitor makrofag yang mencegah sel Th-1 berproliferasi sehingga menekan produksi TNF-α, IFN-γ, IL-6, dan GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor).
TNF-α berperan sebagai kofaktor untuk IL-12 dalam meningkatkan produksi IFN-γ oleh sel NK (natural killer). Konsentrasi TNF-α dalam plasma dihubungkan dengan munculnya demam sebagai tanda adanya inflamasi di dalam sel-sel tubuh dan pembersihan patogen invasif (Malaguarnera, 2002). Jenis sitokin ini sudah diproduksi dari awal infeksi dan semakin meningkat saat stadium skizogoni dan pelepasan merozoit.
Selain itu, dalam penyakit demam berdarah dengue (DBD), TNF-α mampu menjadi biomarker yang cukup efektif. Hal tersebut dikarenakan pada fase awal, DBD memiliki gejala yang tidak khas dan mirip dengan demam karena infeksi lain (other febrile illness/OFI) sehingga perlu pengujian kadar TNF-α sebagai marker untuk menetapkan diagnosis. Juga pada penelitian yang dilakukan Odeh et al. (2005), TNF-α dibuktikan bisa menjadi biomarker untuk deteksi dini kegagalan fungsi hati/sirosis hati.
Mengingat luasnya penggunaan uji kadar TNF-α dalam diagnosis penyakit terkait imun, PT Flexylabs Instrument Indonesia mencoba membantu Anda dalam aplikasi dan pengembangan riset terkait. Untuk itu, kami menyediakan berbagai brand antigen, antibodi, reagen, maupun alat dan bahan lain yang kompatibel dalam riset pengujian kadar TNF-α dari beragam sampel dan metode.
Silakan kontak kami untuk melakukan konsultasi dan pemesanan:
CS Flexylabs
+6281283722016
Source:
Irawati, L., Acang, N., & Irawati, N. (2015). Ekspresi tumor necrosis factor-alfa (TNF-α) dan interleukin-10 (IL-10) pada infeksi malaria falciparum. Majalah Kedokteran Andalas, 32(1), 16-28.
Malaguarnera, L., Musumeci, S. (2002). The immune response to Plasmodium falciparum malaria. Lancet Infect Dis, 2: 472-480.
Plebanski, M., Proudfoot, O., Pouniotis, et al. (2002). Immunogenetics and the design of Plasmodium falciparum vaccines for use in malaria-endemic populations. The Journal of clinical investigation, 110(3), 295-301.
Odeh, M., Sabo, E., Srugo, I., & Oliven, A. (2005). Relationship between tumor necrosis factor‐alpha and ammonia in patients with hepatic encephalopathy due to chronic liver failure. Annals of medicine, 37(8): 603-612.
Editor: Fiorentina Refani